Kamis, 04 April 2012 00:45
Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara kadangkala disebut Anggaran Negara adalah suatu dokumen yang
memuat perkiraan penerimaan dan pengeluaran serta rincian kegiatan-kegiatan
dibidang pemerintahan negara yang berasal dari pemerintah untuk jangka waktu
satu tahun.[1]
Anggaran negara yang
ditetapkan dalam bentuk undang-undang, mengandung unsur-unsur sebagai berikut:[2]
1. Dokumen
hukum yang memiliki keuatan hukum yang mengikat
2. Rencana
penerimaan negara, baik dari sektor pajak, bukan pajak dan hibah.
3. Rencana
pengeluaran negara, baik bersifat rutin maupun pembangunan.
4. Kebijakan
negara terhdapa kegiatan-kegiatan dibidang pemerintahan yang memperoleh
prioritas atau tidak memperoleh prioritas.
5. Masa
berlaku satu tahun, kecuali diberlakukan untuk tahun anggaran negara ke depan.
Jika dilihat dari
pengertian tersebut dapat dikatakan Anggaran Pendapatn Belanja Negara tersebut
merupakan bentuk tindakan yang dilakukan antara Presiden bersama Dewan
Perwakilan Rakyat sehingga menghasilkan fungsi yang berbeda-beda dilihat dari
sudut kajian yang digunakannya. Jika fungsinya dikaitkan dengan ilmu hukum,
maka Anggaran Pendapatan Belanja Negara ini dikaji menggunakan aspek hukum tata
negara dan hukum administrasi. Dikaji dari aspek hukum tata negara fungsi Anggaran
Pendapatan Belanja Negara merupakan perpaduan kedaulatan rakyat yang
dilaksanakan Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat, dimana Presiden disini
merupakan pelaksana kedaulatan rakyat dibidang pemerintahan negara yang
berwenang mengajukan rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara sedangkan
Dewan Perwakilan Rakyat melaksanakan fungsinya dibidang legislasi anggaran
negara.
Sedangkan fungsi Anggaran
Pendapatan Belanja Negara berdasarkan kajian hukum administrasi negara tertuju
pada penguasaan dan pelaksanaan anggaran negara oleh Presiden bersama
pembantu-pembantunya. Presiden menguasai dan melaksanankan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara karena berada dalam kedudukan sebagai Chief Financial Officer dan mentri-mentrinya dalam kedudukan
sebagai Chief Operational Officer, kecuali Mentri Keuangan yang berkedudukan
sebagai Chief Financial Officer sekaligus
berkedudukan sebagai Chief Operational Officer yang mendapatkan
wewenanag delegasi dari Presiden.
Sifat Anggaran
Pendapatan Belanja Negara jika dikaji kedalam ilmu hukum memiliki sifat hukum
yang berbeda dengan undang-undang lainnya, seperti:
1. Proses
Pembentukannya
Pembentukan Undang-Undang Anggaran
Pendapatan Belanja Negara berbeda dengan pembentukan undang-undang lain sesuai
amanat Pasal 23 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan rancangan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama dewan
Perwakilan Rakyat dengan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. Presiden
mendapat kewenangan atribusi untuk mengajukan rancangan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara sedangkan Dewan Perwakilan Rakyat dilarang mengajukan rancangan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara dan DPR hanya dapat membahas Rancangan Anggaran
Pendapatan Belanja Negara, hal ini dilatarelakangi bahwa Presiden dianggap
lebih banyak mengetahui kebutuhan
negara.
2. Keberlakuannya
Rancangan Anggaran Pendapatan
Belanja Negara setelah diundangkan menjadi Undang-Undang Anggaran Pendapatan
Belanja Negara hanya berlaku selama masa waktu satu tahun yang berbeda masa
berlakunya dari undang-undang lainnya.
3. Kemampuan
Mengikatnya
Undang-Undang Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (het rechtskarakter de
begrotingwet) tidak digolongkan dalam undang-undang dalam arti materiil (wet in meteriele zin) melainkan hanya
dipandang sebagai undang-undang dalam arti formal (wet in formelen zin), karena Undang-Undang Anggaran Pendapatan
Belanja Negara tidak mengikat umum hanya mengikat pemerintah dan aparat
bagiannya sebagai penerima otorisasi anggara DPR, sehingga Undang-Undang Anggaran
Pendapatan Belanja Negara tidak dapat dijadikan dasar gugatan atau keberatan
karena dalam undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum. Undang-Undang
Anggaran Pendapatan Belanja Negara tidak mengandung materi muatan yang bersifat
mengatur dan hanya mengikat pemerintah berupa otorisasi anggaran pedapatan dan
belanja negara.[3]
Namun kemudian H.M. Laica Marzuki
tidak berpendapat yang sama, bahwa Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja
Negara hanya tergolong undang-undang yang bersifat formal (wet in formelen zin) semata tanpa muatan sifat materiil (wet in meteriele zin). Jika melihat
tujuan pembentukan Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara untuk
kemaslahatan dan kesejahteraan rakyat dan pembentukan Undang-Undang Anggaran
Pendapatan Belanja Negara yang melibatkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
mandataris rakyat banyak, maka tidak benar jika hanya menganggap Undang-Undang Anggaran
Pendapatan Belanja Negara hanya undang-undang yang dalam artian bersifat
materiil (wet in meteriele zin)
semata.
Saya tidak setuju
Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara dikategorikan bersifat formal
(wet in formelen zin) dan juga
bermuatan materiil (wet in meteriele zin),
atau dapat juga dikatakan bahwa Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang sifatnya formal (wet in formelen zin) sehingga dapat
ditarik bahwa didalamnya mengandung unsur mengatur yang umum, abstrak dan
terus-menerus serta Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara juga
bermuatan materiil (wet in meteriele zin)
yang mengandung unsur menetapkan yang bermuatan sebuah keputusan seperti beschikking.
Saya lebih setuju dan
beranggapan bahwa Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara tersebut
hanyalah undang-undang khusus yang sifatnya memang tidak bisa disamakan dengan
undang-undang lain yang didalamnya terkandung muatan norma umum, abstrak dan terus-menerus
seperti yang diungkapkan Karlson. Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja
Negara sama sekali tidak mengandung muatan norma umum karena addressat nya hanyalah pemerintah yang
melaksanakan tindakan kepemerintahannya bukan seluruh rakyat Indonesia.
Kemudian Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara juga tidak bermuatan
norma abstrak karena secara jelas dan terang benderang berisi jumlah-jumlah
penerimaan dan pengeluaran serta saldo lebih dan saldo kurang, dan juga tidak
terus-menerus karena masa berlaku Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja
Negara telah ditetapkan selama satu tahun.
Undang-Undang Anggaran
Pendapatan Belanja Negara jelas hanyalah aturan yang sifatnya materiil (wet in meteriele zin) yang mengandung
unsur menetapkan yang bermuatan sebuah keputusan seperti beschikking, karena undang-undang tersebut mengatur secara teknis
mengenai jumlah-jumlah penerimaan dan pengeluaran serta saldo lebih dan saldo
kurang yang dapat langsung segera dilaksanakan tanpa harus di interpretasikan lagi,
karena secara jelas sudah ditetapkan didalam undang-undang tersebut.
Implikasinya
Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara yang isinya hanyalah mengikat
pemerintah dan aparat pemerintah yang diberi otoriasasi tidak dapat digugat ke
Mahkamah Konstitusi karena didalamnya tidak mempunyai kekuatan hukum yang
bersifat mengatur. Dapat juga dikatakan Undang-Undang Anggaran Pendapatan
Belanja Negara hanyalah berupa aturan penetapan yang fungsinya sama dengan
keputusan tata usaha negara (Beschikking).
[1] Muhammad Djafar Saidi. 2011. Hukum Keuangan Negara. Rajawali Pers:
Jakarta. Cetakan ke-2. Hal 55
[2] Ibid. Hal 55
[3] Kata Sambutan H.M. Laica Marzuki
tertanggal 24 Maret 2006 dalam Muhammad Djafar Saidi. 2011. Hukum Keuangan Negara. Rajawali Pers:
Jakarta. Cetakan ke-2. Hal 62
Tidak ada komentar:
Posting Komentar